Deprecated: version_compare(): Passing null to parameter #2 ($version2) of type string is deprecated in /usr/local/www/prodisenisps/wp-content/plugins/elementor/core/experiments/manager.php on line 170

Deprecated: strpos(): Passing null to parameter #1 ($haystack) of type string is deprecated in /usr/local/www/prodisenisps/wp-content/plugins/elementor-pro/modules/loop-builder/module.php on line 204
Kritik Seni – Prodi Pendidikan Seni – SPs UPI

Pertunjukan Transision Oleh Fairul Zahid TAK LAYAK

“Transition” merupakan sebuah persembahan tari kontemporer yang menggabungkan beberapa karya dari Fairul Zahid dan diproduksi oleh JUXT Studio, Malaysia X LASALLE College of the Arts, Singapura. Dalam persembahan ini, Fairul Zahid membawakan empat karya baru yang merefleksikan perjalanannya sebagai seorang seniman, mulai dari tarian contemporer berbasis tradisional hingga pergeseran ke tarian kontemporer murni.

 

 

 

 

Baca Selengkapnya>>

sebuah kritik seni

Pertunjukan TRANSISION oleh Fairul zahid tak layak jika hanya ditampilkan di Damansara Performance Art Center (DPAC) Malaysia, sebuah karya kelas dunia bisa dinikmati dengan harga murah RM30 saja. Setidaknya dengan harga RM500 rasanya tidak mahal untuk menyaksikan pertunjukan ini. Lebih dari 500 ticket Sold Out selama pementasan sejak 8 December 2023 sampai 10 December 2023. Siapa sangka pertunjukan kelas dunia ini dapat dinikmati dengan harga yang murah, tetapi memberikan kesan spektakuler. Pertunjukan ini layak untuk di tampilkan tour Asia dan Eropa. Saya merekomendasikan Ciputra Artpreanur Jakarta sebagai salah satu tujuan stage untuk ditampilkan di Indonesia.

“Transition” merupakan sebuah persembahan tari kontemporer yang menggabungkan beberapa karya dari Fairul Zahid dan diproduksi oleh JUXT Studio, Malaysia X LASALLE College of the Arts, Singapura. Dalam persembahan ini, Fairul Zahid membawakan empat karya baru yang merefleksikan perjalanannya sebagai seorang seniman, mulai dari tarian contemporer berbasis tradisional hingga pergeseran ke tarian kontemporer murni. Dalam pertunjukan ini adalah gambaran sebuah kesuksesan seorang Fairul sebagai Dosen di Lassale collage Singapore dalam membimbing para mahasiswa untuk menjadi penari profesional, sehingga menghasilkan kaya-karya yang spektakuler. Rasanya sangat puas saya terbang jauh-jauh ke Malaysia diundang menjadi pengamat dan menyaksikan pertunjukan ini, sangat spektakuler karya yang disajikan oleh Fairul, saya menyaksikan pertunjukan ini selama dua hari secara berturut-turut unutuk menikmati karya tersebut.

Ditengah orang-orang penting, para seniman dari berbagai negara, dan akademisi tari dari berbagai negara, saya dengan cermat dan profesional memberikan ulasan atas pegalaman luar biasa dalam menyaksikan karya tersebut. Tepat pukul 08:30pm Malaysia dalam sebuah teater hitam (black box DPAC) Sebuah karya yang meraih penghargaan award winning piece MAZDANZA Price YOKOHAMA Dance Collection 2022 yang ditarikan oleh dua orang penari dimulai. Karya ini mengulas status perempuan Melayu di Semenanjung Malaysia dan dampaknya oleh kebangkitan Islam dan industrialisasi. Menyoroti bagaimana reformasi agama dan otomatisasi memiliki efek serupa dalam meningkatkan perbedaan gender, paternalisme, dan misogini. Karya pertama berjudul SOPAN. Sopan tapi tak sopan begitulah jika karya ini dicerna oleh masyrakat awam yang belum paham dari konsep sebuah seni pertunjukan yang digunakan sebagai bentuk kritik sosial. Karya ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang simbol dan semiotik teori agar memahami betul apa yang ingin disampaikan oleh seorang koreografer. Begitulah tari berbicara, dia tidak berbicara secara langsung atas apa yang ingin diungkapkan, melainkan melalui simbol-simbol tertentu yang diungkapkan melalui gerak itu sendiri. Karya ini ditarikan oleh Lee Leqi Chloe & Evangeline Koo. Karya ini menggambarkan ketajaman Fairul Zahid dalam mengangkat isu sosial dengan tarian yang kuat dan penuh emosi. Pencahayaan yang cermat dan kostum sederhana tetapi tepat sangat mendukung penyampaian pesan yang mendalam

Awalan karya yang memukau sebagai penghantar kepada karya kedua yang berjudul Tambului, rasanya tak asing dengan nama tersebut. Karya ini pernah fairul zahid tampilkan pada Bandung Isola Performing Art Festival BIPAF September 2023 tetapi para penari berasal dari mahasiswa pendidikan seni tari UPI. Hamburan bunga mawar diatas nampan dengan busana perpadauan hijau dan merah memberikan kesan estetis yang mendalam, sangat penuh ritmik dalam menyaksikan karya kedua. Karya ini Terinspirasi oleh kehidupan masyarakat Melayu dan komunitas yang mempercayai proses ritual dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan pandangan tentang memberi hadiah atau memberi makan kepada Tambului (pengunjung) atau roh untuk memastikan keselamatan bagi diri sendiri dan keluarga. Karya ini ditarikan oleh Summer Sanchez, Akshara Pradeep, Haziq Abdullah, Kim Yoo Young, Lauren Sim, Sandy Goh, dan Edwina Tan Dengan komposer Quenner Mitchell. Grafik dramatik yang sangat bagus untuk melanjutkan pertunjukan pertama hingga ke pertunjukan kedua. Karya ini berhasil mengeksplorasi konsep tradisi dengan perpaduan gerak modern. Konsep kepercayaan dan ritual masyarakat tergambar jelas dalam gerakan tari yang indah dan dinamis. Ketika menyaksikan karya pertama yang serius semua orang mulai antusias dengan karya kedua yang lebih ritmik dan dinamis, sehingga semua orang memberikan tepuk tangan yang meriah atas karya kedua.

Ketika beralih kepada karya ketiga kita menemukan karakter fairul yang serius dalam mengembangkan potensi dan teknik para penarinya. Karya ini bukan hanya mengedepankan teknik saja melainkan sebuah refleksi tentang pertanyaan hidup dan kematian serta pengadilan terhadap perbuatan manusia. Menggabungkan inspirasi dari Alkitab dan Quran dengan fokus pada kutipan “Dan Tuhan melihat segala sesuatu yang telah Dia buat, dan sungguh, itu sangat baik.” (Genesis). Karya ini fokus mengutamakan konsep koreografi dengan lighting portable sebagai property utama. Bergema bunyi dari gelang tangan penari yang disusun dalam sebuah koreografi yang menarik dan beberapa bahasa isyarat sebagai bahasa tubuh seorang tunawicara tergambar jelas dalam karya ini. Dibuangnya gelang tersebut ke lantai dan di soroti dengan lampu kemudian perlahan padam mengakhiri karya ketiga ini.  Saya bisa menginterpretasikan dari karya ini bahwa manusia diciptakan diatas bumi ini sudah memiliki falsafah hidup dan tuntunannya sebagai manusia yang beragama, tetapi ketika tuntunan itu lepas dari tangan kita maka kita tidak tahu arah kemana tujuan hidup kita sesungguhnya. Karya tari ini ditarikan oleh Lee Leqi Chloe, Annabelle Phoebe Budyanto, Keena Ouh, Evangeline Koo, Champa Aekyun Hyun Sack, dan Anna Makuhina. Karya ini menghadirkan konsep filosofis dengan gerakan yang dramatis dan maknawi. Pencahayaan menciptakan atmosfer yang mendalam, dan kostum memberikan sentuhan artistik pada narasi.

Fairul Zahid… Who Are You?

Pertanyaan ini muncul dibenak saya ketika menyaksikan karya keempat dari pertunjukan Transision ini. Semua mata terpanah dengan para penari profesional yang tidak asing lagi bagi para seniman, dan akademisi di Malaysia, bahkan namanya sudah terdengar di Indonesia. Karya keempat menampilkan kalangan dosen populer di malaysia yaitu Aimi Nabila Anizaim (Dosen UiTM) sebagai Dramaturgi, dengan penari Naim Syahrazad (Dosen UiTM) Fauzi Amirudin (Dosen UPSI), Ng Xinying (Dekan Fakultas Tari ASWARA), Khairi Mokthar (Dosen UM), Ealbie Breandent dan Melinda Kwong Mei Kuan. Lebih fantastis lagi Karya ini dibuat hanya 6 hari sebelum pertunjukan diselenggarakan. Anda bisa membayangkan seorang Melinda Kwong yang vacum 9 tahun dalam menari kembali disajikan dengan spektakuler pada karya ini, bahkan saya menyaksikan dibalik layar bagaimana seorang koreografer fairul merubah pergerakan penari dalam waktu 1 jam sebelum pertunjukan dimulai dapat dilakukan, demi menciptakan pertunjukan yang maksimal. Dalam karya ini saya menemukan sisi lain dari seorang koreografer bernama fairul dalam membuat sebuah karya yang komersial. Sebuah karya yang ringan, penuh dramaturgi dan berisi akan kritik sosial atas fenomena bersejarah yang ada di Malaysia dan kritik sosial terhadap beberapa kasus LGBT yang bebredar sebagai masalah melanda dunia saat ini.  Tetapi satu pesan yang ingin disampaikan oleh koreografer adalah pesan yang tersirat bahwa setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua. Manusia bukanlah hakim atas prilaku setiap manusia di mukabumi. Penampilan ini menciptakan dialog sosial tentang pemberian kesempatan kedua dengan gerakan yang dinamis dan musik yang mendukung. Kolaborasi antara penari dari berbagai latar belakang menciptakan kekayaan artistik yang menarik.

“Transition” secara keseluruhan merupakan persembahan yang kuat dan beragam. Fairul Zahid berhasil menggabungkan elemen tradisional dan kontemporer dalam karyanya, sementara JUXT Studio dan LASALLE College of the Arts memberikan kontribusi yang signifikan dalam produksi ini. Kombinasi tema yang mendalam, gerakan tari yang ekspresif, serta penggunaan musik dan pencahayaan yang cermat membuat “Transition” menjadi sebuah pengalaman seni yang menginspirasi dan memikat penonton.

doctoral program art education study program sps upi

Saian Badaruddin

PENGAMAT SENI PERTUNJUKAN INDONESIA